- Diposting oleh : Edukrein
- pada tanggal : Januari 02, 2025
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering menjumpai perilaku yang dianggap “tidak biasa”, “melanggar aturan”, atau bahkan “ganjil” jika dilihat dari kacamata norma sosial. Fenomena ini dalam kajian sosiologi dikenal dengan istilah perilaku menyimpang (deviant behavior).
Pembahasan mengenai perilaku menyimpang selalu menarik karena tidak hanya menyentuh ranah hukum dan moral, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial yang lebih luas: bagaimana masyarakat menafsirkan aturan, memberi sanksi, serta menilai tindakan individu maupun kelompok.
.png)
Sosiologi Perilaku Menyimpang
Pengertian dan Batasan Perilaku Menyimpang
Apa itu perilaku menyimpang?
Secara sosiologis, perilaku menyimpang dapat dipahami sebagai setiap tindakan individu maupun kelompok yang melanggar nilai, norma, atau aturan yang berlaku dalam masyarakat. Robert Merton menyebut perilaku menyimpang sebagai konsekuensi logis dari ketidakselarasan antara tujuan sosial dan cara-cara yang diakui untuk mencapainya. Artinya, suatu tindakan bisa dianggap menyimpang atau tidak, sangat bergantung pada status sosial pelaku serta standar norma yang berlaku di lingkungannya.
Dengan kata lain, perilaku menyimpang bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan terikat pada konteks sosial. Apa yang di satu masyarakat dianggap menyimpang, bisa jadi di tempat lain dipandang wajar atau bahkan terpuji.
Deviasi, devian, dan institusi menyimpang
Dalam kajian sosiologi, terdapat tiga istilah kunci yang saling berkaitan:
- Deviance (penyimpangan) → mengacu pada tindakan yang melawan norma.
- Deviant (penyimpang) → individu atau kelompok yang melakukan tindakan menyimpang.
- Deviant institution (institusi menyimpang) → organisasi atau lembaga yang secara sistematis melakukan penyimpangan, seperti sindikat narkoba atau kejahatan terorganisasi.
Contoh paling nyata dari institusi menyimpang adalah kejahatan terorganisasi.
Misalnya, jaringan pencurian kendaraan bermotor: ada pihak yang mencuri, ada yang memalsukan surat kendaraan, ada yang mengubah tampilan fisik motor, hingga pihak yang menjual kembali hasil curian. Semua bekerja dalam struktur yang rapi layaknya sebuah “perusahaan ilegal”.
Faktor Penyebab, Jenis-jenis dan Contoh Perilaku Menyimpang
Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang
Menurut para ahli, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan penyimpangan, antara lain:
- Norma yang tidak memuaskan → aturan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar individu.
- Norma yang kabur → perumusan norma kurang jelas sehingga menimbulkan banyak tafsir.
- Kepentingan yang beragam → mustahil mengatur semua kepentingan masyarakat secara merata.
- Motivasi pribadi → individu merasa norma sosial membatasi kebebasan dirinya, sehingga mencari cara lain untuk mencapai tujuan.
Jenis-jenis Perilaku Menyimpang
- Penyimpangan Negatif
Ini adalah bentuk deviasi yang dianggap merusak, melanggar hukum, atau merugikan orang lain. Contohnya: pencurian, korupsi, peredaran narkoba, prostitusi, hingga tindak kekerasan. - Penyimpangan Positif
Tidak semua penyimpangan bersifat destruktif. Ada juga perilaku menyimpang yang justru membawa perubahan sosial ke arah yang lebih baik, meskipun awalnya dianggap aneh atau melawan norma. Misalnya, tokoh-tokoh pembaharu sosial yang memperjuangkan kesetaraan gender atau hak-hak minoritas.
Contoh Aktual Perilaku Menyimpang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menemukan berbagai contoh perilaku menyimpang:
- Kejahatan terorganisasi: sindikat narkoba internasional, perdagangan manusia, hingga terorisme.
- Pelanggaran norma susila: kasus perselingkuhan publik figur, prostitusi online, atau arisan seks.
- Fenomena gaya hidup selebritas: perilaku nyentrik, pesta narkoba, hingga gaya konsumtif yang jauh dari realitas masyarakat pada umumnya.
Menariknya, fenomena ini sering menjadi “jualan” media. Berita tentang perilaku menyimpang biasanya mendongkrak rating televisi atau meningkatkan trafik media online, karena masyarakat memiliki rasa ingin tahu tinggi terhadap hal-hal yang dianggap “ganjil”.
Norma, Kontrol Sosial dan Peranannya
Norma Sosial
Norma sosial adalah aturan tidak tertulis yang diciptakan manusia untuk menjaga keteraturan hidup bersama. Ia berfungsi sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Namun, dalam praktiknya, tidak semua orang mampu atau mau mematuhi norma tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa orang cenderung konformis (patuh pada norma), di antaranya:
- Proses sosialisasi berhasil → individu menginternalisasi nilai dan norma sejak kecil.
- Tidak ada alternatif lain → masyarakat terbiasa mengikuti pola yang sudah ada.
- Adanya sanksi sosial → individu yang menyimpang biasanya mendapat hukuman, sementara yang patuh mendapat penghargaan.
Meski begitu, tetap ada sebagian orang yang memilih untuk “melawan arus”. Inilah yang melahirkan perilaku menyimpang dalam berbagai bentuk.
Kontrol Sosial: Menjaga Keteraturan Masyarakat
Perilaku menyimpang memunculkan kebutuhan akan kontrol sosial (social control), yaitu mekanisme yang digunakan masyarakat untuk mencegah atau mengoreksi tindakan yang melanggar norma. Kontrol sosial bisa bersifat:
- Formal → melalui hukum, aparat keamanan, atau lembaga resmi.
- Nonformal → melalui teguran, gosip, pengucilan, atau bentuk sanksi sosial lain.
Media massa sering kali memainkan peran penting dalam kontrol sosial. Misalnya, pemberitaan kasus korupsi atau skandal artis yang membuat pelaku mendapat hujatan publik, bahkan sebelum ada putusan hukum resmi.
Namun, kontrol sosial tidak selalu efektif. Jika norma tidak lagi self-enforcing (dapat ditegakkan secara otomatis oleh masyarakat), maka dibutuhkan kekuatan eksternal berupa hukum yang tegas dan sanksi nyata agar norma tetap dihormati.
Teori Sosiologi tentang Penyimpangan
Salah satu teori penting adalah Teori Strain Robert K. Merton. Menurut Merton, perilaku menyimpang muncul karena adanya ketegangan antara:
- Tujuan budaya → cita-cita atau aspirasi yang diakui masyarakat.
- Cara yang sah → sarana yang disediakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Ketika seseorang tidak memiliki akses terhadap cara-cara yang sah, ia mungkin menempuh jalan pintas yang menyimpang. Misalnya, keinginan cepat kaya yang mendorong seseorang melakukan korupsi atau terlibat dalam bisnis narkoba.
Penutup
Rangkuman
Perilaku menyimpang adalah fenomena sosial yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Ia muncul karena adanya ketidakselarasan antara nilai, norma, dan realitas kehidupan.
Penyimpangan tidak selalu negatif; dalam beberapa kasus, ia justru melahirkan inovasi dan perubahan sosial. Namun, ketika penyimpangan merusak tatanan, kontrol sosial menjadi penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat.
Referensi
Anda dapat memperdalam pemahaman tentang topik ini dengan melakukan penelusuran kata kunci berikut di internet:
- Teori perilaku menyimpang Robert Merton.
- Contoh institusi menyimpang dalam masyarakat.
- Kontrol sosial formal dan nonformal.
- Perbedaan penyimpangan positif dan negatif.
Artikel terkait lainnya
Ayo Diskusi!
Bagaimana menurut Anda, apakah semua perilaku yang berbeda dari norma bisa langsung disebut menyimpang? Ataukah kita perlu melihat konteks dan dampaknya lebih dulu?
Silahkan tinggalkan pendapat Anda di kolom komentar!